Lambang Kesultanan Makassar |
Kerajaan Gowa-Tallo atau yang nantinya akan menjadi
Kesultanan Islam Makassar merupakan sebuah periode panjang Kerajaan Gowa yang
berlokasi di wilayah Makassar. Kerajaan
ini sangat mendominasi di wilayah nusantara bagian timur karena telah
melakukan hubungan dagang dengan cakupan wilayah yang cukup besar.
Secara jelasnya bisa kalian baca di postingan ini. Atau kalian bisa mendownload file Makalah Kerajaan Gowa-Tallo, Makalah Kerajaan Gowa, Makalah Kesultanan Gowa-Tallo, ataupun Kesultanan Makassar yang sebenarnya merupakan lingkaran kerajaan yang sama di link dibawah ini.
Satu lagi, jangan lupa untuk turut berdonasi demi kemajuan blog ini dgn mengklik i**k**l**a**n yang ada, dan lebih diutamakan * pada bagian header.
Secara jelasnya bisa kalian baca di postingan ini. Atau kalian bisa mendownload file Makalah Kerajaan Gowa-Tallo, Makalah Kerajaan Gowa, Makalah Kesultanan Gowa-Tallo, ataupun Kesultanan Makassar yang sebenarnya merupakan lingkaran kerajaan yang sama di link dibawah ini.
Satu lagi, jangan lupa untuk turut berdonasi demi kemajuan blog ini dgn mengklik i**k**l**a**n yang ada, dan lebih diutamakan * pada bagian header.
A. KERAJAAN
GOWA
Sebelum Islam datang, Kerajaan Gowa telah berdiri dengan
Tomanurung sebagai raja pertama. Namun, tak banyak catatan sejarah yang menyebutkan
perjalanan kerajaan tersebut.
Kapan tepatnya berdiri kerajaan pun tak ada data sejarah
yang mengabarkan. Menurut Prof Ahmad M Sewang dalam Islamisasi Kerajaan Gowa:
Abad XVI Sampai Abad XVII, Kerajaan Gowa diperkirakan berdiri pada abad ke-14.
Sebelum kerajaan tersebut berdiri, kawasannya sudah
dikenal dengan nama Makassar dan masyarakatnya disebut dengan suku Makassar.
Wilayah ini pun pernah menjadi bagian kekuasaan Majapahit.
Gowa dan Tallo pra-Islam merupakan kerajaan kembar milik
dua bersaudara. Berawal di pertengahan abad ke-16, pada masa pemerintahan Gowa
IV Tonatangka Lopi, ia membagi wilayah Kerajaan menjadi dua bagian untuk dua
putranya, Batara Gowa dan Karaeng Loe ri Sero. Hal ini dikarenakan kedua
putranya sama-sama ingin berkuasa.
Batara Gowa melanjutkan kekuasaan sang ayah yang
meninggal dunia dengan memimpin Kerajaan Gowa sebagai Raja Gowa VII. Sedangkan
adiknya, Karaeng Loe ri Sero, mendirikan kerajaan baru bernama Tallo.
Dalam perjalanannya, dua kerajaan bersaudara ini dilanda
peperangan bertahun-tahun. Hingga kemudian pada masa Gowa dipimpin Raja Gowa X,
Kerajaan Tallo mengalami kekalahan. Kedua kerajaan kembar itu pun menjadi satu
kerajaan dengan kesepakatan “Rua Karaeng se’re ata” (dua raja, seorang hamba).
Sejak keduanya menyepakati perjanjian maka siapa pun yang
menjabat sebagai Raja Tallo, menjabat sebagai mangkubumi Kerajaan Gowa. Para
sejarawan kemudian menamakan kedua kerajaan Gowa dan Tallo dengan Kerajaan
Makassar.
B. LETAK
KERAJAAN GOWA-TALLO
Kerajaan Gowa dan
Tallo lebih dikenal dengan sebutan Kerajaan Makassar. Kerajaan ini terletak di
daerah Sulawesi Selatan. Makassar sebenarnya adalah ibukota Gowa yang dulu
disebut sebagai Ujungpandang. Secara geografis Sulawesi Selatan memiliki posisi
yang penting, karena dekat dengan jalur pelayaran perdagangan Nusantara. Bahkan
daerah Makassar menjadi pusat persinggahan para pedagang, baik yang berasal
dari Indonesia bagian timur maupun para pedagang yang berasal dari daerah
Indonesia bagian barat. Dengan letak seperti ini mengakibatkan Kerajaan
Makassar berkembang menjadi kerajaan besar dan berkuasa atas jalur
perdagangan Nusantara. Berikut adalah peta Sulawesi Selatan pada saat itu.
C. KERAJAAN
GOWA-TALLO / MAKASSAR
Era baru pun dimulai ketika Gowa dan Tallo bersatu.
Inilah masa ketika kerajaan mulai bangkit menjadi kekuatan besar di Sulawesi
Selatan. Merle Calvin Ricklefs dalam Sejarah Indonesia Modern 1200-2008
menyebutkan, Gowa memiliki sebuah sistem wewenang ganda yang timbul akibat
aliansi politik antara Kesultanan Gowa dan Tallo. Para sultan berasal dari
garis keturunan Gowa, sedangkan perdana menterinya berasal dari garis Tallo.
Sistem ketatanegaraan dibentuk sedemikian rupa sehingga tidak menghilangkan
sama sekali kekuasaan Raja Tallo. Sejak saat itu, orang sering menyebut Gowa
Tallo secara bersama-sama sebagai Kerajaan Makassar.
Setelah dua kerajaan bersatu, tepatnya pada masa
Tonipalangga (1546-1565 M) dengan perdana menteri dari Tallo, Nappakata’tana
Daeng Padulung, ditetapkan sebuah program politik ekspansi untuk menaklukkan
kerajaan-kerajaan tetangga. Politik itu pun berjalan baik. Pedalaman Bugis dan
perairan Bone mampu dikuasai Gowa-Tallo.
Kebesaran Kerajaan Gowa-Tallo / Makassar tidak lain
terjadi karena beberapa faktor, antara lain:
2.
Memiliki Pelabuhan yang baik.
3.
Jatuhnya Malaka pada tahun 1511 ke tangan Portugis
yang menyebabkan pedagang
Islam pindah ke Makassar.
4.
Era baru pun dimulai ketika Gowa dan Tallo
bersatu. Inilah masa ketika kerajaan mulai bangkit menjadi kekuatan besar di
Sulawesi Selatan. Merle Calvin Ricklefs dalam Sejarah Indonesia Modern
1200-2008 menyebutkan, Gowa memiliki sebuah sistem wewenang ganda yang
timbul akibat aliansi politik antara Kesultanan Gowa dan Tallo. Para sultan
berasal dari garis keturunan Gowa, sedangkan perdana menterinya berasal dari
garis Tallo. Sistem ketatanegaraan dibentuk sedemikian rupa sehingga tidak
menghilangkan sama sekali kekuasaan Raja Tallo. Sejak saat itu, orang sering
menyebut Gowa Tallo secara bersama-sama sebagai Kerajaan Makassar.
5.
Setelah dua kerajaan bersatu, tepatnya pada
masa Tonipalangga (1546-1565 M) dengan perdana menteri dari Tallo,
Nappakata’tana Daeng Padulung, ditetapkan sebuah program politik ekspansi untuk
menaklukkan kerajaan-kerajaan tetangga. Politik itu pun berjalan baik. Pedalaman
Bugis dan perairan Bone mampu dikuasai Gowa-Tallo. Hingga menjadi kerajaan
teresar di Indonesia Timur saat itu.
6.
Tallo berperan besar sebagai kota bandar
bagi kerajaan Gowa. Menjadi simpul perdagangan Asia-Pasifik bersama kota bandar
Sunda Kelapa di Pulau Jawa sebelum akhirnya diporakporandakan oleh VOC yang
berhasil memonopoli jalur perdagangan di nusantara.
D. PEMELUKAN ISLAM
Ketika kerajaan Gowa –
Tallo memperluas wilayah dan pada saat yang sama banyak pedagang dari kepulauan
nusantara yang menetap di Makassar. Mereka terdiri atas pedagang Melayu dari
Pahang, Patani, Johor, Campa, Minangkabau, dan Jawa.
Berdasarkan Lontara
Pattorioloang (Lontara Sejarah), pada masa pemerintahan Raja Gowa X
Tonipalangga, terdapat sebuah perkampungan Muslim di Makassar. Penduduk kampung
Muslim terdiri atas para pedagang Melayu tersebut. Bahkan, pada masa
pemerintahan raja berikutnya, Tonijallo (1565-1590 M), berdiri sebuah masjid di
Manggallekanna, tempat para pedagang itu bermukim.
Marwati Djoened
Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto dalam Sejarah Nasional Indonesia III:
Zaman Pertumbuhan dan Perkembangan Islam di Indonesia menuturkan, baik
sumber asing maupun naskah kuno memaparkan, kehadiran Islam di Makassar telah
ada sejak abad sebelum kedatangan Tome Pires (1512-1515 M).
Pasalnya, penjelajah
Barat itu menceritakan bahwa Makassar sudah melakukan hubungan perdagangan
dengan Malaka, Kalimantan, dan Siam. Akan tetapi, penguasa-penguasa lebih dari
50 negeri di Pulau Sulawesi saat itu masih menganut berhala atau belum Islam.
Meski telah ada
permukiman Muslim dan masjid di sana, Islam baru benar-benar tampak saat
Kerajaan Gowa-Tallo memeluk Islam. Menurut Sewang, para pemukim dari Melayu
berinisiatif mendakwahkan Islam kepada para raja. Mereka pun kemudian
mengundang tiga ulama dari Kota Tengah (Minangkabau) untuk mengislamkan
Kerajaan Gowa-Tallo.
Inisiatif untuk
mendatangkan mubaligh khusus ke Makassar sudah ada sejak Anakkodah Bonang
(Nahkodah Bonang 3), seorang ulama dari Minangkabau sekaligus pedagang, berada
di Gowa pada 1525. Akan tetapi, baru berhasil setelah memasuki awal abad 17
dengan kehadiran tiga orang mubaligh yang bergelar datuk dari Minangkabau.
Para mubaligh yang datang
ke Makassar disebut dengan Dalto Tallu (Tiga Dato) atau sumber lain menyebut
Datuk Tellue (Bugis) atau Datuk Tallua (Makassar). Ketiganya bersaudara dan
berasal dari Kota Tengah, Minangkabau. Mereka, yakni Dato’ri Bandang (Abdul
Makmur atau Khatib Tunggal), Dato’ri Pattimang (Dato’ Sulaemana atau Khatib
Sulung), Dato’ri Tiro (Abdul Jawad alias Khatib Bungsu).
Prof Andi Zainal dalam
Sejarah Sulawesi Selatan menuturkan, ketiga ulama tersebut tidak datang
serta-merta langsung mendakwahkan Islam kepada para raja. Mereka terlebih
dahulu mempelajari kebudayaan Bugis-Makassar di Riau dan Johor.Pasalnya, di dua
tempat tersebut banyak etnis Bugis-Makassar bermukim. Baru setelah sampai di
Makassar, mereka menemui para pedagang Melayu yang tinggal di sana. Dari
keterangan merekalah diketahui bahwa raja yang paling dihormati adalah Datuk
Luwu’, sedangkan yang paling kuat dan berpengaruh ialah Raja Tallo dan Raja
Gowa. Maka, tiga raja itulah yang menjadi objek dakwah para ulama Melayu
tersebut.
Pada awalnya para
mubaligh tersebut berhasil mengislamkan Raja Luwu, yaitu Datu’ La Patiware’
Daeng Parabung dengan gelar Sultan Muhammad pada 15-16 Ramadhan 1013 H atau 4-5
Februari 1605 M. Kemudian, mereka pun berhasil mengislamkan Kerajaan
Gowa-Tallo.
Karaeng Matowaya dari
Tallo yang bernama I Mallingkang Daeng Manyonri (Karaeng Tallo) mengucapkan
syahadat pada Jumat sore, 9 Jumadil Awal 1014 H atau 22 September 1605 M. Ia
pun kemudian bergelar Sultan Abdullah. Selanjutnya, Karaeng Gowa I Manga’ rangi
Daeng Manrabbia mengucapkan syahadat pada Jumat, 19 Rajab 1016 H atau 9
November 1607 M. Secara resmi, raja dari kerajaan Gowa-Tallo memeluk agama
Islam.
Maka, dengan Islamnya
kerajaan tersebut, dakwah Islam pun kemudian menyebar dengan pesat. Jika Aceh
merupakan “Serambi Makkah” Indonesia, Gowa-Tallo adalah “Serambi Madinah”-nya.
Karena di Gowa-Tallo, syariat Islam diterapkan kemudian didakwahkan ke timur
Indonesia.Setelah Kerajaan Gowa-Tallo memeluk Islam, penyebaran Islam di
Sulawesi dan bagian timur Indonesia sangat pesat. Kerajaan Gowa-Tallo berhasil
menorehkan tinta emas sejarah peletakan dasar dan penyebaran Islam di bagian
timur negeri ini.
Prof DR Ahmad M Sewang MA
dalam Islamisasi Kerajaan Gowa: abad XVI sampai abad XVII menuturkan,
peristiwa masuk Islamnya Raja Gowa-Tallo merupakan tonggak sejarah dimulainya
penyebaran Islam di Sulawesi Selatan.
Pasalnya, terjadi konversi
Islam secara besar-besaran pascaperistiwa tersebut. Penerimaan Islam dimulai
dari sebuah dekrit yang dikeluarkan pemimpin Gowa-Tallo, Sultan Alauddin, pada
9 November 1607 M. Dekrit tersebut menyatakan Islam sebagai agama resmi
kerajaan dan agama masyarakat.
Saat dekrit dikeluarkan,
dakwah Islam masih berlangsung dengan damai. Kerajaan-kerajaan yang ditaklukkan
Gowa-Tallo pra-Islam pun dengan sukarela menerima agama Allah ini. Begitu pula
dengan kerajaan-kerajaan kecil di sekitarnya.
Namun, hambatan dakwah
mulai muncul ketika Raja Gowa-Tallo menyerukan Islam ke tiga kerajaan Bugis.
Ketiga kerajaan yang tergabung dalam aliansi Tellunpoccoe menolak seruan
tersebut. Maka, terjadilah perang antara Kerajaan Makassar yang terdiri atas
Kerajaan Gowa dan Tallo dan Kerajaan Bugis yang terdiri atas Kerajaan Bone,
Soppeng, dan Wajo.
Menurut artikel Islam
di Kerajaan Gowa-Tallo; Menelusuri Jejak-jekak Islam dalam Kaitannya dengan
Penyebaran Islam di Sulawesi di laman Wacana Nusantara, kerajaan
yang menolak dakwah Gowa-Tallo merupakan kerajaan Bugis dan Mandar yang secara
pemerintahan telah kuat.
Mereka khawatir
Gowa-Tallo akan menjajah mereka. Faktor penolakan lain juga karena mereka sukar
meninggalkan kegemaran makan babi, minum tuak, sabung ayam dengan berjudi, dan
kebiasaan negatif lain.
Kepada yang menolak itu
dikirimkan peringatan. Namun setiap kali ada pesan, setiap itu pula ditolak.
Dengan alasan mereka itu mau membangkang dan melawan, maka terpaksa Gowa
mengangkat senjata menundukkan mereka.
Namun, angkatan perang
Gowa-Tallo yang terkenal sangat tangguh itu pun berhasil mengalahkan mereka.
Satu per satu kerajaan Bugis dapat ditaklukkan. Dimulai pada 1609 M, tentara
Gowa dikirim ke pedalaman untuk mengislamkan kerajaan Bugis dari yang terkecil,
yakni Ajatappareng (Suppak, Sawitto, Rappang, dan Sidenreng).
Baru kemudian pada tahun
yang sama, mereka bergerak ke Kerajaan Soppeng dan berhasil. Tahun berikutnya,
Kerajaan Wajo pun menerima Islam, lalu pada 1611 M Kerajaan Bone memeluk Islam.
Menurut Sewang, terlepas
dari motivasi Sultan Alaudin untuk berperang dengan kerajaan tetangga tersebut,
perang itu sendiri justru sangatlah menguntungkan dari segi Islamisasi di
Sulawesi Selatan. Hal tersebut karena raja-raja yang ditaklukkan kemudian
memeluk Islam. “Raja Bone merupakan raja terakhir dari aliansi Tellunpoccoe
yang menerima Islam setelah ia mengalami kekalahan dalam perang pada 1611
M. Dengan masuknya Islam Raja Bone, sebagian besar wilayah Sulawesi Selatan
telah memeluk Islam, kecuali Tana Toraja,” ujarnya.
Mengutip Noorduyn, De
Islamisering van Makassar, Islamisasi Sulawesi Selatan terbagi atas tiga
tahap. Pertama, datangnya orang-orang Islam untuk pertama kalinya di suatu
daerah.Kedua, masuknya agama Islam yang berarti penduduk setempat telah memeluk
agama Islam. Ketiga, penyebaran Islam, yaitu setelah Islam mulai disebarkan ke
dalam masyarakat atau disebarkan ke luar daerah di mana Islam pertama kali
diterima.
E. KONDISI SOSIAL, EKONOMI DAN POLITIK
KERAJAAN GOWA TALLO
·
Kondisi sosial budaya Kerajaan Gowa
Tallo
Sebagai negara Maritim, maka sebagian besar masyarakat
Makasar adalah nelayan dan pedagang. Mereka giat berusaha untuk meningkatkan
taraf kehidupannya, bahkan tidak jarang dari mereka yang merantau untuk
menambah kemakmuran hidupnya. Walaupun masyarakat Makasar memiliki
kebebasan untuk berusaha dalam mencapai kesejahteraan hidupnya, tetapi dalam
kehidupannya mereka sangat terikat dengan norma adat yang mereka anggap sakral.
Norma kehidupan masyarakat Makasar diatur berdasarkan adat dan agama Islam yang
disebut PANGADAKKANG. Dan masyarakat Makasar sangat percaya terhadap
norma-norma tersebut.Di samping norma tersebut, masyarakat Makasar juga
mengenal pelapisan sosial yang terdiri dari lapisan atas yang merupakan
golongan bangsawan dan keluarganya disebut dengan “Anakarung/Karaeng”,
sedangkan rakyat kebanyakan disebut “to Maradeka” dan masyarakat lapisan bawah
yaitu para hamba-sahaya disebut dengan golongan “Ata”.
Dari segi kebudayaan, maka masyarakat Makasar banyak
menghasilkan benda-benda budaya yang berkaitan dengan dunia pelayaran. Mereka
terkenal sebagai pembuat kapal. Jenis kapal yang dibuat oleh orang Makasar
dikenal dengan nama Pinisi dan Lombo.Kapal Pinisi dan Lombo merupakan
kebanggaan rakyat Makasar dan terkenal sampai mancanegara.
·
Kondisi ekonomi Kerajaan Gowa Tallo
Kerajaan Makasar merupakan kerajaan Maritim dan berkembang
sebagai pusat perdagangan di Indonesia bagian Timur. Hal ini ditunjang oleh
beberapa faktor :
a. Letak yang strategis,
b. Memiliki pelabuhan yang baik
c. Jatuhnya Malaka ke tangan Portugis
tahun 1511 yang menyebabkan banyak pedagang-pedagang yang pindah ke Indonesia
Timur.
Sebagai pusat perdagangan Makasar berkembang sebagai
pelabuhan internasional dan banyak disinggahi oleh pedagang-pedagang asing
seperti Portugis, Inggris, Denmark dan sebagainya yang datang untuk berdagang
di Makasar.
Sebagai pusat perdagangan Makasar berkembang sebagai
pelabuhan internasional dan banyak disinggahi oleh pedagang-pedagang asing
seperti Portugis, Inggris, Denmark dan sebagainya yang datang untuk berdagang
di Makasar.
Pelayaran dan perdagangan di Makasar diatur berdasarkan
hukum niaga yang disebut dengan ADE’ ALOPING LOPING BICARANNA PABBALUE,
sehingga dengan adanya hukum niaga tersebut, maka perdagangan di Makasar
menjadi teratur dan mengalami perkembangan yang pesat.
Selain perdagangan, Makasar juga mengembangkan kegiatan
pertanian karena Makasar juga menguasai daerah-daerah yang subur di bagian
Timur Sulawesi Selatan.
·
Kondisi politik Kerajaan Gowa Tallo
Penyebaran Islam di Sulawesi Selatan dilakukan oleh Datuk
Robandang/Dato’ Ri Bandang dari Sumatera, sehingga pada abad 17 agama Islam
berkembang pesat di Sulawesi Selatan, bahkan raja Makasar pun memeluk agama
Islam. Raja Makasar yang pertama memeluk agama Islam adalah Sultan Alaudin.
Sejak pemerintahan Sultan Alaudin kerajaan Makasar berkembang sebagai kerajaan
maritim dan berkembang pesat pada masa pemerintahan raja Muhammad Said (1639 –
1653).
Selanjutnya kerajaan Makasar mencapai puncak kebesarannya
pada masa pemerintahan Sultan Hasannudin (1653 – 1669). Pada masa
pemerintahannya Makasar berhasil memperluas wilayah kekuasaannya yaitu dengan
menguasai daerah-daerah yang subur serta daerah-daerah yang dapat menunjang
keperluan perdagangan Makasar. Ia berhasil menguasai Ruwu, Wajo, Soppeng, dan
Bone.Perluasan daerah Makasar tersebut sampai ke Nusa Tenggara Barat. Daerah
kekuasaan Makasar luas, seluruh jalur perdagangan di Indonesia Timur dapat
dikuasainya. Sultan Hasannudin terkenal sebagai raja yang sangat anti kepada
dominasi asing. Oleh karena itu ia menentang kehadiran dan monopoli yang
dipaksakan oleh VOC yang telah berkuasa di Ambon. Untuk itu hubungan antara
Batavia (pusat kekuasaan VOC di Hindia Timur) dan Ambon terhalangi oleh adanya
kerajaan Makasar. Dengan kondisi tersebut maka timbul pertentangan antara
Sultan Hasannudin dengan VOC, bahkan menyebabkan terjadinya peperangan.
Peperangan tersebut terjadi di daerah Maluku.
Dalam peperangan melawan VOC, Sultan Hasannudin memimpin
sendiri pasukannya untuk memporak-porandakan pasukan Belanda di Maluku. Akibatnya
kedudukan Belanda semakin terdesak. Atas keberanian Sultan Hasannudin tersebut
maka Belanda memberikan julukan padanya sebagai Ayam Jantan dari Timur. Upaya
Belanda untuk mengakhiri peperangan dengan Makasar yaitu dengan melakukan
politik adu-domba antara Makasar dengan kerajaan Bone (daerah kekuasaan
Makasar). Raja Bone yaitu Aru Palaka yang merasa dijajah oleh Makasar
mengadakan persetujuan kepada VOC untuk melepaskan diri dari kekuasaan Makasar.
Sebagai akibatnya Aru Palaka bersekutu dengan VOC untuk menghancurkan Makasar.
F. KERUNTUHAN KERAJAAN GOWA-TALLO / MAKASSAR
Sultan Hasannudin terkenal sebagai raja yang sangat anti
kepada dominasi asing. Oleh karena itu ia menentang kehadiran dan monopoli yang
dipaksakan oleh VOC yang telah berkuasa di Ambon. Untuk itu hubungan antara
Batavia (pusat kekuasaan VOC di Hindia Timur) dan Ambon terhalangi oleh adanya
kerajaan Makasar. Dengan kondisi tersebut maka timbul pertentangan antara
Sultan Hasannudin dengan VOC, bahkan menyebabkan terjadinya peperangan. Peperangan
tersebut terjadi di daerah Maluku.
Peperangan
demi peperangan melawan Belanda dan bangsanya sendiri (Bone) yang dialami Gowa,
membuat banyak kerugian. Kerugian itu sedikit banyaknya membawa pengaruh
terhadap perekonomian Gowa.
Dalam peperangan melawan VOC, Sultan Hasannudin memimpin
sendiri pasukannya untuk memporak-porandakan pasukan Belanda di Maluku.
Akibatnya kedudukan Belanda semakin terdesak. Atas keberanian Sultan Hasannudin
tersebut maka Belanda memberikan julukan padanya sebagai Ayam Jantan dari
Timur. Upaya Belanda untuk mengakhiri peperangan dengan Makasar yaitu dengan
melakukan politik adu-domba antara Makasar dengan kerajaan Bone (daerah
kekuasaan Makasar). Raja Bone yaitu Aru Palaka yang merasa dijajah oleh Makasar
mengadakan persetujuan kepada VOC untuk melepaskan diri dari kekuasaan Makasar.
Sebagai akibatnya Aru Palaka bersekutu dengan VOC untuk menghancurkan Makasar.
Akibat persekutuan tersebut akhirnya Belanda dapat menguasai
ibukota kerajaan Makasar. Dan secara terpaksa kerajaan Makasar harus mengakui
kekalahannya dan menandatangai perjanjian Bongaya tahun 1667 yang isinya tentu
sangat merugikan kerajaan
Makasar.
Isi dari perjanjian Bongaya antara lain:
a. VOC memperoleh hak monopoli
perdagangan di Makasar.
b. Belanda dapat mendirikan benteng di
Makasar.
c. Makasar harus melepaskan
daerah-daerah jajahannya seperti Bone dan pulau-pulau di luar Makasar.
d. Aru Palaka diakui sebagai raja Bone.
Walaupun perjanjian telah diadakan, tetapi perlawanan
Makasar terhadap Belanda tetap berlangsung. Bahkan pengganti dari Sultan
Hasannudin yaitu Mapasomba (putra Hasannudin) meneruskan perlawanan melawan
Belanda.Untuk menghadapi perlawanan rakyat Makasar, Belanda mengerahkan
pasukannya secara besar-besaran. Akhirnya Belanda dapat menguasai sepenuhnya
kerajaan Makasar, dan Makasar mengalami kehancurannya.
Namun
demikian Sultan Hasanuddin telah menunjukkan perjuangannya yang begitu gigih
untuk membela tanah air dari cengkraman penjajah. Sebagai tanda jasa atas perjuangan
Sultan Hasanuddin, Pemerintah Republik Indonesia atas SK Presiden No.
087/TK/1973 tanggal 10 November 1973 menganugerahi beliau sebagai Pahlawan
Nasional.
Demikian
Gowa telah mengalami pasang surut dalam perkembangan sejak Raja Gowa pertama,
Tumanurung (abad 13) hingga mencapai puncak keemasannya pada abad XVIII
kemudian sampai mengalami transisi setelah bertahun-tahun berjuang menghadapi
penjajahan. Dalam pada itu, sistem pemerintahanpun mengalami transisi di masa
Raja Gowa XXXVI Andi Idjo Karaeng Lalolang, setelah menjadi bagian Republik
Indonesia yang merdeka dan bersatu, berubah bentuk dari kerajaan menjadi daerah
tingkat II Otonom. Sehingga dengan perubahan tersebut, Andi Idjo pun tercatat
dalam sejarah sebagai Raja Gowa terakhir dan sekaligus Bupati Gowa pertama.
G.
TOKOH
TERKENAL
·
Sultan Alaudin
Sultan Alauddin dengan nama asli Karaeng
Ma’towaya Tumamenanga ri Agamanna. Ia merupakan Raja Gowa Tallo yang pertama
kali memeluk agama islam yang memerintah dari tahun 1591 – 1638. dibantu
oleh Daeng Manrabia (Raja Tallo) bergelar Sultan Abdullah.
·
Sultan Hasanuddin
Sultan Hasanuddin (lahir
di Makassar, Sulawesi Selatan, 12 Januari 163 meninggal
diMakassar, Sulawesi Selatan, 12 Juni 1670 pada umur 39
tahun) adalah Raja Gowa ke-16 dan pahlawan nasional Indonesia yang
terlahir dengan nama I Mallombasi Muhammad Bakir Daeng Mattawang Karaeng
Bonto Mangepe. Setelah memeluk agama Islam, ia mendapat tambahan
gelar Sultan Hasanuddin Tumenanga Ri Balla Pangkana, hanya saja lebih
dikenal dengan Sultan Hasanuddin saja. Karena keberaniannya, ia dijuluki De
Haantjes van Het Oosten oleh Belandayang artinya Ayam
Jantan/Jago dari Benua Timur. Ia dimakamkan
di Katangka, Makassar.
H. PENINGGALAN KERAJAAN GOWA TALLO /
KESULTANAN MAKASSAR
Sebagai negara Maritim,
maka sebagian besar masyarakat Makasar adalah nelayan dan pedagang. Mereka giat
berusaha untuk meningkatkan taraf kehidupannya, bahkan tidak jarang dari mereka
yang merantau untuk menambah kemakmuran hidupnya.
Walaupun masyarakat
Makasar memiliki kebebasan untuk berusaha dalam mencapai kesejahteraan
hidupnya, tetapi dalam kehidupannya mereka sangat terikat dengan norma adat
yang mereka anggap sakral. Norma kehidupan masyarakat Makasar diatur
berdasarkan adat dan agama Islam yang disebut Besok hari apa? . Dan masyarakat
Makasar sangat percaya terhadap norma-norma tersebut.
Di samping norma
tersebut, masyarakat Makasar juga mengenal pelapisan sosial yang terdiri dari
lapisan atas yang merupakan golongan bangsawan dan keluarganya disebut dengan
“Anakarung/Karaeng”, sedangkan rakyat kebanyakan disebut “to Maradeka” dan
masyarakat lapisan bawah yaitu para hamba-sahaya disebut dengan golongan “Ata”.
Dari segi kebudayaan,
maka masyarakat Makasar banyak menghasilkan benda-benda budaya yang berkaitan
dengan dunia pelayaran. Mereka terkenal sebagai pembuat kapal. Jenis kapal yang
dibuat oleh orang Makasar dikenal dengan nama Pinisi dan Lombo.
Sampai sekarang kapal
pinisi dari Sulawesi Selatan masih menjadi salah satu kebanggan bangsa
Indonesia. Disamping itu, masyarakat kerajaan Makassar juga mengembangkan seni
sastra, yaitu kitab Lontara.
Mereka juga
mengembangkan kebudayaan lainnya, seperti seni bangunan dan seni suara. Namun,
sayang karya itu tidak banyak diketahui karena kurangnya peninggalan yang
sampai kepada kita.
Fort Rotterdam Peninggalan Belanda di Makassar |
Fort
Rotterdam atau Benteng Ujung Pandang
Kapal Pinisi, Transportasi Laut Unggulan Kesultanan Makassar |
Kapal
Pinisi
Masjid Katangka
Mesjid Katangka ini didirikan pada tahun 1605
M. Sejak berdirinya telah mengalami beberapa kali pemugaran. Pemugaran itu
berturut-turut dilakukan oleh Sultan Mahmud (1818), Kadi Ibrahim (1921),
Haji Mansur Daeng Limpo, Kadi Gowa (1948), dan Andi Baso, Pabbicarabutta Gowa
(1962) sangat sulit mengidentifikasi bagian paling awal (asli) bangunan mesjid
tertua Kerajaan Gowa ini.
Makam Sultan-sultan Makassar |
Makam Para Sultan Makassar
KESIMPULAN
Kesultanan Gowa atau kadang ditulis Goa, adalah salah satu
kerajaan besar dan paling sukses yang terdapat di daerah Sulawesi Selatan.
Rakyat dari kerajaan ini berasal dari Suku Makassar yang berdiam di ujung
selatan dan pesisir barat Sulawesi. Pada awalnya di daerah Gowa terdapat
sembilan komunitas, yang dikenal dengan nama Bate Salapang (Sembilan Bendera),
yang kemudian menjadi pusat kerajaan Gowa: Tombolo, Lakiung, Parang-Parang,
Data, Agangjene, Saumata, Bissei, Sero dan Kalili. Sejak Gowa Tallo sebagai pusat
perdagangan laut, kerajaan ini menjalin hubungan dengan Ternate yang sudah
menerima Islam dari Gresik. Raja Ternate yakni Baabullah mengajak raja Gowa
Tallo untuk masuk Islam, tapi gagal. Baru pada masa Raja Datu Ri Bandang datang
ke Kerajaan Gowa Tallo agama Islam mulai masuk ke kerajaan ini.
Setahun kemudian hampir seluruh penduduk Gowa Tallo memeluk
Islam. Mubaligh yang berjasa menyebarkan Islam adalah Abdul Qodir Khotib
Tunggal yang berasal dari Minangkabau. Makasar mencapai puncak kebesarannya pada
masa pemerintahan Sultan Hasannudin (1653 – 1669). Daerah kekuasaan Makasar
luas, seluruh jalur perdagangan di Indonesia Timur dapat dikuasainya. Sultan
Hasannudin terkenal sebagai raja yang sangat anti kepada dominasi asing. Dalam
peperangan melawan VOC, Sultan Hasannudin memimpin sendiri pasukannya untuk
memporak-porandakan pasukan Belanda di Maluku. Akibatnya kedudukan Belanda
semakin terdesak. Atas keberanian Sultan Hasannudin tersebut maka Belanda
memberikan julukan padanya sebagai Ayam Jantan dari Timur.
Demikian Gowa telah mengalami pasang surut dalam
perkembangan sejak Raja Gowa pertama, Tumanurung (abad 13) hingga mencapai
puncak keemasannya pada abad XVIII kemudian sampai mengalami transisi setelah
bertahun-tahun berjuang menghadapi penjajahan. Dalam pada itu, sistem
pemerintahanpun mengalami transisi di masa Raja Gowa XXXVI Andi Idjo Karaeng
Lalolang, setelah menjadi bagian Republik Indonesia yang merdeka dan bersatu,
berubah bentuk dari kerajaan menjadi daerah tingkat II Otonom. Sehingga dengan
perubahan tersebut, Andi Idjo pun tercatat dalam sejarah sebagai Raja Gowa
terakhir dan sekaligus Bupati Gowa pertama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar